Tuesday, August 23, 2011

Obrolan Sore Bersama Bapak Petugas Kereta - Coretanku Part 4

Terik sinar matahari Surabaya siang itu tidak sedikitpun mengurangi keinginan saya untuk tetap menerobos sepanjang Jalan Teknik Kimia Kampus ITS yang gersang dan berdebu. Meskipun hari itu saya sedang puasa, karena memang di dalam bulan suci Ramadhan tapi tidak masalah lah, hehe. Di masa-masa perkuliahan, sepanjang jalan itulah yang harus saya tempuh untuk mencapai kampus TC, Teknik Informatika ITS. Sedikit aneh memang cara menyingkatnya tapi ya sudahlah dari dulu gitu kok, hehe.
Tak seperti di hari lain, siang itu saya lebih memilih untuk mempercepat balik ke tempat kos daripada istirahat di lab menunggu sinar matahari lebih bersahabat karena rencananya hari itu mau pulang kampung. Ya, kalo di hari kuliah sih, memang lebih enak ngadem di lab sambil browsing kenceng ala mahasiswa TC, karena ya capek juga kalo harus bolak balik kampus-tempat kos, maklum pejalan kaki, hehehe.
Perjalanan 10 sampai 15 menit yang panas dan berdebu pun berakhir setelah sampai di belokan Poltek ITS, yaa, dari situ keadaan trotoar sudah teduh, jadi lumayan lah sambil ngadem. Tak berapa lama sampailah di tempat kos yang notabene letaknya didepan poltek. Sungguh surga dunia rasanya setelah berpanas panas di jalan lalu bisa masuk kamar kos, menyalakan kipas dan berbaring di kasur kamar kos, hehe. Tapi ya tidak bisa berlangsung lama, toh niatnya balik mau siap-siap buat pulkam kok. Dan tidak perlu waktu lama semuanya sudah siap.
Sampai di stasiun kok sepi, sungguh tidak biasa. Eh ternyata ketidakbiasaan itu karena sesuatu. Kereta yang mau membawa saya pulang ke kampung halam telat sampai setelah Maghrib. Ya, sudahlah mau gimana lagi namanya kereta ekonomi. Masa bayar 2000 rupian mau yang macem macem, hehehe. Bisa masuk kereta aja syukur alhamdulillah itu. Yaa, ada baiknya juga telat, jadi bisa shalat Maghrib di stasiun.
Alhamdulillah, keterlambatan yang diumumkan kepala stasiun tidak molor, tak lama setelah shalat maghrib kereta yang ditunggu pun datang. Sungguh di luar dugaan, tidak seperti hari biasa, penumpang yang bersiap naik tidak  seramai biasanya, tidak sampai seperempatnya mungkin. Ya lumayan lah, jadi tidak perlu berebut kursi hampir pasti dapat tempat duduk, hehehe. 

Benar saja, tempat yang harusnya ditempati 4 orang saya tempati sendiri, di gerbong yang saya tempati cuma ada tidak lebih dari 25 orang dari kapasitas 106 orang, beruntung sekali :D
Penumpang yang lain pun tampak sedikit heran dengan keadaan itu, orang yang sering naik pasti tau gimana ramenya kerata itu biasanya. Ya, kalo sepi sih enak buat ngapain aja, saya lihat ada yg makan, ada yang dengerin musik keras keras, ada yang sekedar ngobrol bahkan ada sekelompok bapak bapak yang main kartu domino di dalam kereta. Ya, mungkin itu lah cara bapak-bapak itu melepas kepenatan setelah seharian bekerja mencari nafkah. Saya bisa melihat kesenangan dan tawa lepas bapak-bapak itu. Sesekali saya ikut tersenyum melihatnya. Sedangkan saya lebih memilih mendengarkan musik saja, soalnya tidak ada bahan bacaan atau teman ngobrol.
Di sepanjang perjalanan, hanya kegelapan yang bisa saya lihat diluar jendela kereta. Mulai bosan, hanya diam, tidak ada yang dilakukan. Sampai akhirnya ada seorang petugas yang mendatangi, saya kira mau perika tiket, eh kok duduk di tempat duduk kosong dihadapan saya. Hmm, lumayan ada teman, tapi sama saja, selain agak ngrasa gimana gitu sama petugas kereta, saya juga kurang bisa memulai pembicaraan jadi ya diam saja lah, hehehe, maaf pak, saya kurang friendly. :P

Mungkin karena bapaknya bosan atau emang sekedar cari teman bicara saja, bapaknya(B) mulai ngajak ngomong saya(S), hehehe.
B : "Kerja dimana Mas?".
(Lagi, selalu saja sama pertanyaan pertama orang yang ngajak ngobrol di kereta, saya selalu dikira kerja, apa saya setua itu ya - -"? )
S : "Oo, ndak kerja kok Pak, masih kuliah". (maksa senyum)
B : "Masih kuliah to Mas, saya kira kerja. Kuliah dimana Mas?".
S : "Iya. Di ITS Pak".
B : "Oo, ambil jurusan apa Mas?".
S : "Teknik Informatika Pak, sudah mau semester 5".
B : "Sudah setengah perjalanan ya, asli mana Mas?".
S : "Iya Pak, ndak kerasa sudah 2 tahun, saya asli Jombang Pak".
B : "Tiap hari PP"?
S : "Ndak Pak, kalo lagi ndak ada acara saja saya pulangnya, seminggu dua minggu sekali gitu Pak".
B : "Oo gitu ya, iya kalo PP bisa capek dijalan Mas. Ya, ditekuni saja, sayang kalo sudah dapat kesempatan kuliah disia-siakan. Saya saja pengen kuliah kok"
S : "Iya Pak, sayang kalo ndak serius, masuknya sudah susah, hehe. Lho Bapak belum kuliah memangnya?"
B : "Belum Mas, saya cuma lulusan SMA, mau kuliah sekarang ya gimana, saya sudah 38 tahun, banyak yang dipikirkan, nanti malah tidak fokus kuliahnya".
(Baru tau saya kalo jadi pegawai KAI tidak harus sarjana, ya mungkin dulu aturannya seperti itu)
"Dulu saya sempat mau kuliah, tapi ya gitu Mas, belum ada kesempatan dulum jadi coba masuk KAI saja, alhamdulillah kok diterima dan bisa lanjut sampe sekarang ini Mas".
S : "Iya Pak, kalo sudah umur segitu malah repot nanti, kuliah sekarang ada saja yang diurusi."
B : "Iya Mas, itu juga pertimbangan saya. Mas, saya ngecek tiket penumpang dulu"
S : "Iya Pak, monggo"


Hmm, jadi seperti ya, ternyata dulu mau jadi pegawai KAI saja tidak perlu harus sarjana, lha sekarang mau nyari kerja kalo ndak sarjana ya susah. Semakin sulit saja mencari kerja kalo dipikir-pikir. Ya semakin sulit itu harus dibarengi usaha lebih keras memang. Jadi minder kalo lihat diri sendiri, selama ini belum maksimal usaha saya. Ya, dari sekarang harus lebih ditingkatkan usahanya. Terima kasih Bapak petugas kereta yang saya belum tau namanya atas nasehat dan pengalaman yang dibagi. Sangat banyak hikmah yang saya dapat dari obrolan santai sore itu yang tidak semua bisa saya tulis disini. Semoga diberi kelancaran dalam bertugas, Pak. Amin.

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright (c) 2010 printf("hello world"); and Powered by Blogger.